Menakar Otoritas Dari Suatu Konstitusi
(Sebuah Pertanyaan Besar Mengenai Mengapa Kita Harus Mengakui Konstitusi Sebagai Hukum Tertinggi)
Oleh : Beckham Jufian Podung
Editor : Dian Pratiwi Ahmad
Jauh sebelum kita mempelajari mengenai apa konstitusi itu, sebenarnya bagi setiap mahasiswa hukum, pada awal perkuliahan selalu dimulai dengan sebuah pertanyaan sederhana yaitu apa yang dimaksud dengan hukum, maka dalam mempelajari suatu konstitusi memang pertanyaan awal yang lazim berada dibenak setiap mahasiswa hukum yang sedang mempelajari konstitusi ialah apa yang dimaksud dengan konstitusi? Layaknya kita mempelajari pengertian ilmu hukum dalam artian yang luas dan sempit[1] hal yang sama pula ketika kita mempelajari hukum konstitusi, Konstitusi memiliki banyak pengertian baik dalam artian luas maupun dalam artian sempit. Pengertian Konstitusi sendiri menurut Herman Heller menggambarkan proses perumusan (tekstualisasi dan formalisasi) konstitusi ke dalam dokumen hukum bernama Konstitusi. Bahkan menurut Heller konstitusi itu sendiri bermakna sosiologi, politis dan yuridis.[2] Konstitusi sendiri tidak terlepas sebagai seperangkat aturan yang menjadi “aturan main” dalam bernegara secara luas, hal ini sama seperti yang dikemukakan oleh Brian Thompson ketika ia mengajukan pertanyaan mengenai What is a Constitution? Dalam bukunya Textbook on Constitutional and Administrative Law memberikan penegasan bahwa “….a constitution is a document which contains the rules for operating of an organization.”[3] Dengan demikian telah jelas dan nyata bahwa dalam artian sempit Konstitusi itu sendiri diartikan sebagai “A Document Which Contains The Rules” yaitu sebuah dokumen tertulis yang mengatur banyak hal terkait penyelenggaraan negara. Pertanyaan kedua yang muncul pada saat kita mempelajari ilmu hukum, selain apa yang dimaksud dengan hukum itu sendiri, muncul pertanyaan klasik yang sederhana yaitu mengapa kita harus menaati hukum? Menurut Demousteneus hukum layaknya ditaati karena ada 4 hal yaitu:
1. Karena Hukum Berasal Dari Tuhan
2. Karena Hukum Berasal Dari Kebijaksanaan Orang Yang Bijaksana
3. Karena Hukum Berasal Dari Kesusilaan
4. Karena Hukum Berasal Dari Persetujuan Bersama[4]
Maka secara tegas seseorang bahkan semua orang yang terikat dengan suatu hukum wajib menaati hukum karena 4 alasan yang telah diuraikan tersebut menurut Demousteneus. Kenapa kemudian penulis menguraikan hal ini terlebih dahulu, karena dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Otoritas memiliki arti sebagai 1. kekuasaan yang sah yang diberikan kepada lembaga dalam masyarakat yang memungkinkan para pejabatnya menjalankan fungsinya; 2 hak untuk bertindak; 3 kekuasaan; wewenang; 4 hak melakukan tindakan atau hak membuat peraturan untuk memerintah orang lain[5]. Oleh karena itu legitimasi otoritas untuk membuat hukum dan memerintah harus jelas, sebab otoritas tanpa legitimasi yang jelas akan menghasilkan hukum yang cenderung tidak adil, padahal hukum itu sendiri menurut Gustave Radbruch adalah hasrat pribadi untuk mengabdikan diri pada keadilan, apabila hukum tersebut mengingkari keadilan maka hukum yang seperti itu kehilangan kekuatan berlakunya dan karena itu hukum tersebut tidak perlu ditaati.[6]
Dalam Hukum (termasuk didalamnya Konstitusi) harus ada otoritas yang menetapkan (memutuskan) apa yang berlaku sebagai hukum, baik terhadap bahan-bahan positifnya, maupun terhadap hukum sebagai bagian dari kehidupan kejiwaan masyarakat.[7] Oleh karena itu penulis sendiri tertarik membahas mengenai otoritas suatu Konstitusi yang sebenarnya dibahas secara tersendiri oleh seorang ahli hukum tata negara Sir Kenneth Clinton Wheare dalam bukunya Modern Constitution. Dalam bukunya tersebut, ada sebuah pertanyaan yang disampaikan oleh Seward yaitu sebuah pertanyaan mendasar yakni otoritas apakah yang bisa diklaim oleh konstitusi? Menurut Wheare ini bukan hanya persoalan hukum saja melainkan pula moral. Bahkan selanjutnya timbul pertanyaan dalam kondisi apakah konstitusi bisa mengklaim mempunyai otoritas hukum? Dengan kriteria apakah mereka yang tugasnya melaksanakan hukum dan utama mereka yang melaksanakan hukum di pengadilan, mengakui bahwa dokumen tertentu, yang dideskripsikan sebagai konstitusi merupakan bagian dari hukum?[8] Meskipun berdasarkan penelusuran sejarah, perlu diberi catatan bahwa dalam mengemukakan otoritas konstitusi, Sir Kenneth Clinton Wheare memang berlatar belakang seorang ahli Konstitusi Persemakmuran Inggris[9], seperti yang sudah diketahui, Inggris layaknya Israel dan Arab Saudi adalah negara yang tidak memiliki Konstitusi dalam satu naskah seperti di Amerika Serikat dan Indonesia, tapi dalam rangka perbandingan, menurut penulis tak masalah kita menggunakan sepenuhnya ataupun sebagian dari apa yang dikemukakan oleh Sir Wheare tersebut. Kembali lagi kedalam pertanyaan yang dikemukakan oleh seward. Menurut Wheare jawaban atas pertanyaan ini adalah bahwa Konstitusi harus dibuat atau disetujui atau diundangkan oleh badan yang diakui berkompeten membuat undang-undang. Kemudian muncul pertanyaan adakah badan yang berkompeten membuat hukum sebelum konstitusi itu ada? Bukankah konstitusi itu sendiri menciptakan badan-badan pembuat undang-undang?[10] Bahkan penulis sendiri memberikan pertanyaan tambahan yaitu apa yang melegitimasi sebuah badan membentuk konstitusi bahkan sebelum konstitusi itu ada? Dalam contoh yang dikemukakan Wheare ia memulai dalilnya dengan mengemukakan bahwa bagi negara-negara persemakmuran inggris beberapa konstitusinya memeroleh otoritas karena konstitusi-konstitusi tersebut dibuat atau diundangkan oleh parlemen Inggris Raya di Westminster dan dalam beberapa kasus, Ratu didewan mempunyai kekuasaan untuk membuat undang-undang yang berlaku sampai kewilayah diluar persemakmuran. Jelasnya bahwa Otoritas Konstitusi dinegara-negara persemakmuran inggris diakui dengan label “Buatan Inggris”.[11] Berbeda halnya dengan Konstitusi beberapa negara misalnya Konstitusi Amerika Serikat yang pada paragraph awal pembukaannya menegaskan bahwa :
“We The People of the United States, in Order to form a more perfect union, establish Justice, insure domestic Tranquillity, provide for common defence, promote the general Welfare, and secure the Blessings of Liberty to ourselves and our Posterity, do ordain and establish this Constitution for the United States.”
Bahkan dalam penjelasannya, dijelaskan bahwa :
“The Preamble explains the purposes of the Constitution and defines the powers of the new government as originating from the people of the United States”[12]
Bahkan dalam Konstitusi India diawali dengan :
“We, The People of India, having solemnly resolved to Constitute India Into a (SOVEREIGN SOCIALIST SECULAR DEMOCRATIC REPUBLIC) and to secure to all its citizens”[13]
Selanjutnya dalam Konstitusi Jerman, dalam pembukaannya dijelaskan bahwa :
“Conscious of their responsibility before God and Man, Inspired by the determination to promote world peace as an equal partner in a united Europe, The German People, in the exercise of their constituent power, have adopted this basic law….. this basic law thus applies to entire German People.”[14]
Berbeda dengan Konstitusi dinegara persemakmuran Inggris (Kanada, Australia, Selandia Baru, dsb) tampaknya di Amerika Serikat, India dan bahkan Jerman, Konstitusi memeroleh otoritasnya langsung dari rakyat dan bukan sebaliknya. Maka sekali lagi berdasarkan apa yang dimaksud dengan otoritas berdasarkan KBBI yaitu hak melakukan tindakan atau hak membuat peraturan untuk memerintah orang lain. Dalam pandangan konstitusi di Amerika, India dan Jerman, seorang ahli bernama Thomas Paine mengatakan bahwa “A Constitution is a thing antecedent to a government and a government is only the creature of a constitution.” Bahkan lanjutnya ditegaskan bahwa “A Constitution is not the act of a government, but of a people constituting a government and a government without a constitution is power without right.”[15] Artinya Konstitusi membentuk pemerintah dan bukan sebaliknya dan bahwa Konstitusi bukan karya pemerintah melainkan adalah karya daripada rakyat itu sendiri. Bahkan selanjutnya Wheare menjelaskan bahwa dari sudut pandang hukum yang ketat, Konstitusi mempunyai otoritas karena dibuat oleh badan yang dianggap kompeten memberikan kekuatan hukum pada Konstitusi tersebut. Badan ini bisa berupa badan legislative eksternal seperti parlemen amerika serikat atau rakyat disuatu wilayah atau dewan konstituante yang dipilih dengan cara tertentu, yang seringkali oleh rakyat dan diakui mempunyai wewenang untuk membuat sebuah konstitusi.[16] Bahkan menurut penulis sendiri tepat bila dizaman sekarang apalagi dengan perkembangan konstitusi yang kian kompleks yang kemudian kita berasumsi bahwa otoritas dari Konstitusi ialah Rakyat itu sendiri yang kemudian menyerahkan kepercayaannya kepada Lembaga Perwakilannya untuk bertindak oleh dan atas nama Rakyat itu sendiri untuk menetapkan dan mengubah sebuah Konstitusi. Meskipun perlu diberi catatan bahwa setiap negara bisa menganut paham yang berbeda, dan teori tak harus mengikuti teori, semua tergantung pilihan politik masing-masing negara. Misalnya saja seperti yang telah diuraikan Wheare diatas bahwa otoritas dari konstitusi dinegara-negara persemakmuran Inggris justru diperoleh dari Parlemen Inggris ialah wajar karena di Inggris sendiri memang menganut system Parlementer bahkan Inggris sendiri diberi julukan sebagai The Mother of the Parliamentary System dan kemudian wajar pula apabila Amerika Serikat menggunakan Prinsip bahwa otoritas dari Konstitusi itu sendiri berada ditangan Rakyat karena Amerika Serikat sendiri terkenal dengan system negara yang demokrastis, artinya pemegang kekuasaan tertinggi ialah rakyat layaknya di Indonesia. Semua tergantung bagaimana tiap negara mengatur mengenai Konstitusinya sendiri, bahkan bagi Negara seperti Indonesia yang menganut negara dengan system demokrasi dalam situasi yang genting dan darurat dapat saja menyimpang dari Konstitusi itu sendiri dengan dalil “Salus Populi Suprema Lex” yang artinya keselamatan rakyat ialah Hukum tertinggi, artinya Rakyat lah yang utama dan terutama, sama seperti di Amerika Serikat, seperti yang dikemukakan oleh Wheare dalam bukunya yang menceritakan mengenai keadaan Amerika Serikat menjelang pecahnya perang sipil , dimana seorang Henry Seward mengatakan dalam siding senat AS yaitu “Ada Hukum Yang lebih tinggi dibandingkan dengan Konstitusi”
Oleh sebab itu, penulis sekali lagi menekankan bahwa Otoritas dari sebuah Konstitusi ialah kehendak rakyat itu sendiri, terlepas dari berbagai pandangan tiap ahli di berbagai negara di dunia, Penulis sepakat dengan Paine bahwa Konstitusi itu bentuk oleh rakyat itu sendiri.
[1] Dalam Artian yang luas hukum mencakup suatu aturan tertulis dan tidak tertulis misalnya Undang-Undang dan kebiasaan sedangkan dalam artian sempit hukum mencakup aturan tertulis, misalnya Undang-Undang.
[2] Mohammad Fajrul Falaakh, Pertumbuhan dan Model Konstitusi, (Jogjakarta; Gadjah Mada University Press, 2014) Hlm. 19
[3] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Hukum Tata Negara, (Jakarta; Rajawali Pers, 2009) Hlm. 90-91
[4] Otje Salman, Filsafat Hukum Dinamika & Perkembangan, (Bandung; Refika Aditama, 2008) Hlm. 8
[5] Diakses di https://kbbi.web.id/otoritas Jam 17.00 WITA
[6] Ibid. Hlm. 58
[7] Paul Scholten, De Structuur Der Rechtswetenschap, yang telah dialihbahasakan oleh Arief Sidharta (Bandung; Alumni, 2013) Hlm. 54
[8] K.C.Wheare, Modern Constitution, yang telah dialihbahasakan oleh Imam Behaqie (Bandung; Nusa Media) Hlm. 80-81
[9] Sir Kenneth Clinton Wheare, CMG (26 March 1907 – 7 September 1979) was an Australian academic, who spent most of his career at Oxford University in England. He was an expert on the constitutions of the British Commonwealth
[10] Ibid Hlm. 81
[11] Ibid. Hlm 82
[12] Lihat Konstitusi Amerika Serikat Sebelum Article one Section one
[13] Lihat Konstitusi India Sebelum Part One The Union and Its Territory
[14] Lihat Konstitusi Jerman Sebelum Article One Basic Rights
[15] Michael Allen and Brian Thompson, Rights of Man in the Complete Works of Thomas Paine, dalam Cases and Materials on Constitutional and Administrative Law. Hlm. 1
[16] Op.Cit Hal.86
Comments
Post a Comment