Kedudukan Wakil Presiden Dalam Sistem Ketatanegaraan RI (Sebuah Ban Serep Pengganti Presiden)

Kedudukan Wakil Presiden Dalam Sistem Ketatanegaraan RI

(Sebuah Ban Serep Pengganti Presiden)

 

Oleh : Beckham Jufian Podung

Editor : Dian Pratiwi Ahmad

 

            Dari sekian banyak literature yang pernah dibaca penulis, cukup sedikit literature yang membahas secara spesifik mengenai kedudukan Wakil Presiden dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. kebanyakan para ahli hukum di Indonesia cenderung mengkaji lembaga Kepresidenan yang hanya berkaitan dengan Presidennya saja, kalaupun ada kebanyakan hanya membahas secara singkat. Dalam teori pembagian kekuasaan negara, kita mengenal ada  Distribution of Power yang dikembangkan oleh John Locke yang mencakup Eksekutif, Legislatif dan federative dan Separation of Power yang dikembangkan oleh Montesquie yang mencakup eksekutif, legislative dan yudikatif ---meskipun saat ini berkembang pula a new branch power yang dikembangkan di Amerika Serikat yang dikemukakan oleh Bruce Ackerman yang dikenal dengan State Independent Agencies atau Self Regulatory Bodies atau Lembaga Negara Independen--- dalam teorinya montesquie lembaga eksekutif ialah mencakup Presiden dan Wakil Presiden dan jajarannya. Hal tersebut menandakan bahwa ternyata keadaan lembaga negara Wakil Presiden disatupadukan dengan lembaga Kepresidenan. Harus kita pahami bahwa dalam ketentuan UUD NRI Tahun 1945 Presiden dan Wakil Presiden ialah satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisah. Misalnya dalam ketentuan UUD NRI Tahun 1945 Pasal 6A yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Dalam rumusan ayat tersebut Presiden dan Wakil Presiden menggunakan kata penyambung “dan” bukan “atau” oleh karena itu dapat disimpulkan Presiden dan Wakil Presiden ialah satu kesatuan terpadu, selain itu, dalam rumusan kalimat tersebut menggunakan huruf capital untuk Wakil Presiden pun dapat ditafsirkan bahwa Wakil Presiden hanya boleh dijabat oleh 1 orang saja.[1]  

Jabatan Wakil Presiden merupakan jabatan yang lazim ditemukan pada negara yang berbentuk Republik, diantara 206 negara yang ada didunia, hanya terdapat beberapa negara saja yang bentuk pemerintahannya Republik, namun tidak dilengkapi dengan jabatan Wakil Presiden, misalnya di Albania, Azerbaijan, Bosnia-Herzegovina, dan Korea Selatan dan lainnya.[2] Meskipun begitu, tiap negara mempunyai konstruksi kelembagaan Presiden yang didalamnya pula termasuk Wakil Presiden yang tersendiri, artinya tiap negara memiliki model dan kewenangan masing-masing yang diatur dalam Konstitusinya mengenai Jabatan Wakil Presiden. Di Indonesia sendiri kalau kita menelaah UUD NRI Tahun 1945, bahkan pasca amendemen Konstitusi pun tidak banyak membawa perubahan terhadap jabatan Wakil Presiden selain bahwa Wakil Presiden ikut pula dipilih oleh rakyat (yang semulanya dipilih oleh MPR). Karena itu, Wakil Presiden digambarkan sebagai “ban serep” yang seperti yang dikemukakan penulis sebagai sub judul pun terasa tidak berlebihan karena memang Wakil Presiden hanya berfungsi menggantikan Presiden apabila Presiden berhalangan. Selain itu, kalau kita mengingat kembali ke zaman orde baru, pernah muncul suatu fenomena bernama Executive Heavy yaitu dimana kekuasaan Eksekutif menjadi sangat besar. Sayangnya, fenomena Executive Heavy tersebut hanya berdampak pada Presidennya saja, sedangkan Wakil Presiden tetap dalam keadaan sebagaimana dia dibutuhkan. Fenomena Wakil Presiden sebagai “ban serep” bukanlah fenomena yang mengada-ngada, kalau kita membandingkan jabatan Wakil Presiden di Amerika Serikat misalnya, terdapat perbedaan yang signifikan dengan jabatan Wakil Presiden di Indonesia, di Amerika Serikat, Wakil Presiden tidak hanya berfungsi membantu Presiden ataupun hanya menggantikan Presiden apabila Presiden berhalangan, tetapi Wakil Presiden Amerika Serikat juga secara otomatis memegang kekuasaan di Senat yaitu sebagai ketua Senat yang diatur dalam Article one Section three yang berbunyi

 ´The Vice President of the United States shall be President of the Senate, but shall have no vote, unless they be equally divided’[3]

perlu diketahui meski berciri Presidensial yang artinya Presiden Amerika Serikat tidak bertanggung jawab kepada Parlemen, namun dalam aktivitas pemerintahannya, segala regulasi dan kebijakan termasuk pula dalam hal membentuk kabinet, haruslah mendapat persetujuan dari senat terlebih dahulu.

Kemudian muncul pertanyaan, apakah hal tersebut dapat mengakibatkan bentrok antara Senat dan Presiden, apabila ada rancangan Undang-Undang ataupun kebijakan yang disalurkan Presiden ke senat ditolak? Itulah uniknya seni bernegara di Amerika Serikat, kehadiran Wakil Presiden sebagai ketua senat dapat memberi pengaruh terhadap lolosnya tindakan Presiden meskipun tetap dikontrol oleh senat secara baik. Dalam konstruksi ketatanegaraan di Amerika Serikat, ternyata baik Presiden dan Wakil Presiden AS memiliki peran dan fungsi yang amat penting, sehingga fenomena Wakil Presiden sebagai “pajangan” atau “ban serep” sedemikian mungkin dapat terhindari di mata masyarakat Amerika.

Di India sendiri Wakil Presiden Republik India menjabat ex officio sebagai Ketua Dewan Negara sebagaimana diatur dalam pasal 64 Konstitusi India yaitu :

´….The vice president shall be ex officio chairman of the councils of States and shall not hold any other office or profit; provided that during any period when the vice president acts as president or dischange the function of the president under article 65, he shall not perform the the duties of the office of Chairman of the council of States and shall not be entitled to any salary or allowance payable to the chairman of the council of the states under article 97….´[4]

Dalam Fenomena ban serep ini misalnya kalau kita menyelidiki UUD NRI Tahun 1945 memang wajar karena tidak secara spesifik memberikan kewenangan secara atribusi kepada Wakil Presiden kecuali mengenai apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melanjutkan kewajibannya (Pasal 8 ayat 1) maka Presiden digantikan oleh Wakil Presiden. Oleh karena itu, penulis sangat menganjurkan agar kelak apabila ada amendemen konstitusi berikut agar Jabatan Wakil Presiden memang betul-betul direkonstruksikan kembali menjadi ´lebih berguna´ agar memang benar-benar jabatan Wakil Presiden sendiri tidak dimaknai sebagai batu loncatan karir politik melainkan memang berfungsi untuk kepentingan dan kemajuan bangsa Indonesia, karena itu adalah hal yang sepantasnya dilakukan, mengingat, salah satu dari 5 kesepakatan dasar dalam perubahan Konstitusi tahun 1999-2002 ialah memperkuat sistem Presidensial. Oleh karena itu memang bukan anomaly apabila kewenangan dan peran Lembaga Kepresidenan kian membengkak, oleh karena itu diperlukan peran aktif Wakil Presiden dalam membantu pembengkakan kewenangan akibat menguatnya sistem Presidensial.



[1] Perlu diingat dahulu pernah ada wacana agar Wakil Presiden itu terdiri dari 2 orang, yang satu merupakan Wakil Presiden Perwakilan Indonesia Barat sedangkan yang satunya lagi yaitu Wakil Presiden Perwakilan Indonesia Timur.

[2] Mochamad Isnaeni Ramdhan, Jabatan Wakil Presiden Menurut Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta; Sinar Grafika, 2015) Hlm. 3

[3] Lihat Konstitusi Amerika Serikat

[4] Lihat Konstitusi India


 

Comments